A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau
3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan
barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan
sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah
betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat
kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah
saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan
upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a
selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna,
sehat, dan selamat.
2. Upacara
Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung
7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur
dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja
terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari
dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan
pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan
surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu
hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam
buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat
yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain
batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang
7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu
hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar
(licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang
telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini
dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir
dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya
bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung
supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke
tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual
rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan
mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah
dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya
membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga,
dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga.
Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat
tingkeban.
3. Upacara
Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan
bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang
dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara
ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat
kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta
nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung
lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum
melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti
munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan
yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh
indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada
kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan
yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil
dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah
mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan
dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang
dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh
dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau
menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya
dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam,
asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara
melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi,
biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat
rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan
tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada
Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan
cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan
tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang
berbahagia.
2. Upacara
Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh
kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh
(lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan
kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar
bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar
bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3 .Upacara
Puput Puseur
Setelah bayi
terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah
lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya
pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau
kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol,
menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan
pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan
bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga
yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga
lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan
kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan
kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara
dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan
saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata
ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah
ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa
syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak
itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti
di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah
bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan
yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak
laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan
jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang
memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya
atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan
kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah,
maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa
bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara
Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada
pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai
hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan,
permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para
tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara
Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran
dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam
najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau
terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah
lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40
hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan
disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang
digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur
rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau
disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan
membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada
saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang
berdoa pada saat itu.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke
tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak
atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui
keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah
akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun,
selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau
taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang
yang terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan.
Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa
selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah. Di halam rumah
telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain
putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang,
hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu
dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para
undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu
memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang
dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha.
Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan
menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
ANALISIS :
Mengenai artikel diatas mengenai upacara masa kehamilan dan masa kelahiran
dalam adat sunda memang benar adanya, didalam keluarga dan keluarga besar
saya yang kental dengan budaya sunda, alm.ayah saya berasal dari daerah sunda
(Tasikmalaya), Kakak ipar pertama (Serang), dan Kakak ipar kedua (Sumedang) ,
walaupun saya sendiri tidak dilahirkan ditanah sunda (Jakarta) saya merasa
sangat familiar dengan upacar-upacara adat tersebut, karena didalam keluarga
pernah menjalankan upacara-upacara ada tersebut.
dimulai dari upacara adat masa kehamilan, kakak-kakak saya menjalankan
upacara adat ini, dlm hal ini upacara mengandung tujuh bulanan, dimana di
dalam upacara ini biasa diadakan pengajian dirumah dan membaca ayat-ayat
Al-Quran, Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu
yang melahirkan akan selamat. dan juga didaerah serang banten saat kakak ipar
pertama hamil 7 bulan, dia juga menjalankan adat rujak
kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan setelah selesai acara pengajian
dirumah, dia menjual rujak tersebut kepada saudara-saudara dan
tetangga-tetangga dekat rumah, ada kepercayaan dari upacara adat tsb apabila
rujak yang dijual enak rasanya maka akan lahir bayi perempuan, dan apabila
rujak yang dijual tidak enak rasanya makan akan lahir bayi laki-laki.
upacara adat
selanjutnya adalah upacara kelahiran bayi, pada saat bayi lahir dalam adat
sunda, ari-ari bayi tidak boleh dibuang sembarangan, memang benar adanya, saat
keponakan-keponakan saya lahir ari-ari bayi diperlakukan dengan baik, dimulai
dari dibersihkan, dibungkus dengan kain 7 warna (dimaksudkan agar, apabila bayi
tumbuh dewasa kelak wajahnya cantik / tampan). dan dikubur dihalaman rumah.
selanjutnya Upacara Cukuran/Marhabaan yang dimaksudkan
untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. upacara
cukuran juga merupakan ucapan syukur kepada Allah SWT atas kelahiran bayi
dengan selamat.
begitulah sekiranya proses-proses adat istiadat
upacara masa kehamilan dan masa kelahiran didalam adat sunda yang keluarga saya
ikuti. sangat unik dan menarik, terutama pada saat ibu hamil menjual rujak
kanisren yang 7 macam buah-buahan, apabila rujak yang dijual enak rasanya
maka akan lahir bayi perempuan, dan apabila rujak yang dijual tidak enak
rasanya makan akan lahir bayi laki-laki. disini bisa dilihat bahwa masyarakat
sunda masih percaya tentang "perkataan orang terhadulu" dan masyarakat
sunda masih memelihara dan menghormati upacara adat istiadat yg diwariskan
leluhur.
REFERENSI: